KE MANA KU PERGI !

KE   MANA KU PERGI !

Minggu, 10 Januari 2010

" ANISSA "

Suara isyarat telepon gengamku berbunyi. Ada SMS masuk. Aku melepas buku yg kubaca. Sempat ku lirik jam dinding. Hampir tengah malam. Kuraih telepon gengam dan membuka kotak pesan masuk. Nama sahabatku muncul dg pesan yg membuatku miris. Aku membalas SMS dg keterkejutan atas berita itu. Aku janjikan pertemuan besok pagi. Aku meletakan benda munggil tsb lalu kembali menuju ruang duduk. Mencoba melanjutkan membaca, tapi konsentrasiku buyar. Terbayang tiga anak Anissa temanku yg masih kecil. Bgm masa depan mereka? Sementara dia tdk bekerja krn selama ini hanya mengandalkan suaminya. Roni. Dan saat ini, suaminya itu mengakui sudah menghamili wanita lain. Oh...aku ikut merasa perih. Aku melangkah menuju kamar mandi, mengambil air wudhu. Sholat & meminta petunjuk Allah. ** Saat aku tiba di sebuah cafe, disudut ruangan dg 2 kursi tersedia, ku temukan wajah sembab sahabatku. Tubuhnya tampak lebih tipis. Tulang pipinya nampak menonjol. "Hai! Udah lama nunggu?" ku cium pipinya. "ngga" jawabnya serak. Aku duduk, menghadapi wajah buramnya & siap menjadi pendengar yg baik. Ceritanya berakhir dg isakan yg membuatku tdk saja trenyuh juga ikut meneteskan air mata. Ku biarkan dia menumpahkan segala perihnya, kupikir, hanya itulah yg dpt ku lakukan utk mengurangi bebannya. "Jadi keputusan mu bulat utk bercerai?" Anissa mengangguk. "Kamu siap dg segala resikonya? Kasian anak2" aku meraih jemarinya.meremas dg rasa prihatin. Anissa lagi2 mengangguk. Ku tau, dari ceritanya tadi, bhw pernikahan mereka sdh tdk dpt dipertahankan lagi. Roni sdh terlalu menyakiti bhkan menghina harga dirinya. Roni sdh sekian lama menjalin cinta dg perempuan yg ternyata mitra kerjanya. Jadi sekian lama suaminya mendustai dirinya. Wanita itu juga segalä2nya lebih dari Anissa. Percuma aku membantah keinginan Anissa utk berpisah. Aku hanya mendampinginya, berusaha agar anak2 jgn terlalu jadi korban. *** Tiga bulan berlalu, aku disibukkan dg pekerjaanku. Walau ga punya kantor, namun aku tetap bekerja dg disiplin waktu melebihi jam kerja org kantoran. Hanya saja, dg kesibukan di rumah sendiri, dg satu ruangan yg ku sulap jadi ruangan kerjaku, membuat waktuku lebih flesibel. Lembaran koran ditanganku hampir jatuh, disana terpampang foto Roni & seorang wanita dlm balutan pakaian penikahan. Ucapan selamat yg diberikan oleh perusahaan perempuan itu. Aku termanggu. Rasanya belum lama putusan cerai mereka. Mataku menatap perut wanita dlm foto lembar koran itu. Agak menonjol. Benar perut itu sdh berisi. Aku membaca sedikit kalimat ucapan. Melempar koran dan mencari telepon gengamku. "Nisa. Ada berita perkawinan mernka di koran" aku bagai hilang akal memberitahu Anissa. " Ya, aku juga udah liat" suara hampa di seberang sana. "yang sabar yah!"Kadang aku kecewa sendiri pd diriku karena tdk terlalu bisa berbuat banyak dlm membantu sahabatku. Gugurnya hak asuh terhadap 3 anak kepada Anissa adalah anugerah sekaligus tantangan buat dia. Anugerah karena harta paling berharga dlm hidup adalah anak2. Tantangan buat Anissa,krn dia harus mampu menjadi seorang ibu sekaligus seorang ayah bagi anak2nya. Apakah dia mampu? " Nisa, kamu baik2 saja kan?" ku tepis lamunanku. Kucoba menyimak suaranya di telp. " Ya. Aku baik2 saja. Aku juga udah cerita ke anak2 bahwa ayah mereka udah menikah lagi " aku merasa ketegaran sahabatku itu dari suaranya. " trus bgm reaksi anak2?" suara tawa Anissa nyaris mengejutkanku. "Yah, namanya anak2, mereka senang malah. Karena ayah & wanita itu kelihatan ganteng & cantik. Bahkan Cia bangga foto ayahnya terpampang besar di koran" Aku bergidik. Membayangkan tawa pilu Anissa. " Benar Nisa, namanya anak2 ya ngga ngerti lah" aku membenarkan reaksi anak2 Anissa. " ya udah. Yg penting kamu udah belajar iklas, dekatkan diri pd Allah, sholat dan minta petunjuk dariNya" " Trims ya" samar ku dengar suaranya. " oh ya, bgm dg rencana buka toko, jadi?" Ku dengar suaranya penuh semangat bercerita tentang rencana masa depan nya & anak2nya. Alhamdulilah Ronipun masih rutin mengirim biaya tuk anak2nya. Aku bisa tenang mendengar. Aku tau, Anissa wanita yg kuat & tegar. Ku doa kan kebahagiaan utknya & anak2nya. **** Waktu cepat berlalu,aku sibuk dg pekerjaanku. Kehidupanku memang hanya di isi dg kerja & kerja. Sampai saat ini, aku masih melajang. Entah mengapa, aku belum ada niat menikah, aku menjadi takut dg cerita2 fakta yg ada disekelilingku tentang prahara perkawinan,ketidak jujuran laki2 pd pasangan & perselingkuhan. Mengerikan mendengar cerita mereka. Kurasa, aku tenang dg keadaanku saat ini. Seperti lagu opie yg biasa ku dengar" i'am single i'am verry happy". Aku lebih takut mengalami hal2 yg buruk itu di banding keadaanku saat ini. Hubunganku dg Anissa lebih sering via telepon. Kesibukan ku yg lebih sering ke luar kota lebih menyita waktuku. Kalo aku ada waktu, sekali2 aku berkunjung ke tokonya. Walau tak terlalu ramai pengunjung/pembeli,tapi kelihatan Anissa baik2 saja & tetap semangat. Musim berganti, waktu cepat berlalu...hingga suatu saat, kembali keadaan buruk menghantuinya. Sejak istri Roni melahirkan anak mereka, Roni mulai jarang mengirimi anak2nya biaya. Lalu toko Anissa mulai sepi pengunjung. Anak2nya mulai masuk usia sekolah. Secara ekönomi aku lumayan bisa membantunya. Tapi apakah begini selamanya? Beberapa kali aku coba urun rembuk utk menentukan bisnis apalagi yg bisa membantunya pulih secara ekonomi. Kurasa hatinya pun belum benar2 sembuh oleh luka lalu. Kesibukan ku kian bertambah. Hubunganku dg Anissa agak longgar. Hingga suatu hari....tergopoh2 aku menraih telp gengam dalam tas tanganku. Terbaca nama Anissa disana. " ya hallo.," sapaku. Terdengar suara asing ditelingaku " maaf, ibu Arini...saya tetangga ibu Anissa, apakah ibu bisa datang kesini? Suara itu bernada panik. " oke bisa. Ada apa ya?" aku jadi ikut panik. " bu....ibu Anissa dan anak2nya..." ada nada ragu dlm suara itu. " cepat katakan, ada apa dg mereka? Hanya aku kerabat terdekatnya!" aku merasa marah campur gelisah. " bu...Anissa dan anak2 sudah dibawa ke rumah sakit. Mereka meminum racun serangga. Mereka dlm keadaan sekarat. Tadi Rudi anak saya, teman main anak Bu Anissa yg melihat mereka minum racun,lalu kejang2 dan Rudi lari menemui saya" cerita nya dg suara sengau. Aku lemas. " bgm keadaan mereka? Parah?" aku berlari ke luar rumah, meraih tas tanganku dan kunci kontak. " entahlah bu, yg jelas tadi ketahuan, anak yg paling kecil udah ngga napas lagi" aku lari menuju mobil seperti kesetanan....lupa menanyakan ke Rumah Sakit mana mereka dilarikan. ***** Tanah merah masih basah. Taburan bunga masih menebar harum. Kupeluk tubuh munggil alex, anak ke 2 Anissa. Ibu dan 2 saudaranya telah tidur tenang dialam sana. Semoga Allah memaafkan segala khilafnya...ku cium Alex. " kamu bisa memanggilku bunda ya. Sekarang kamu jadi anakku, mau?" tanyaku pd wajah mungil itu. Dia menggangguk tersenyum.," ya tan...e ...bunda " suaranya polos setelah menatap mataku. Aku tersenyum. Menarik tangan nya dan mengajaknya menjauh dari pemakaman. Mentari masih bersinar terik, namun kesejukan hatiku terasa nyata. Dlm gengamanku ada tangan mungil yg tlah menjadi tanggung jawabku. Terima kasih Allah,kau selamatkan jiwa kecil yg penuh asa utkku. Tamat.( BY DesanDen)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut